Senin, 23 Desember 2013



“Ky, lho serius beneran gak tau siapa yang selalu naruh surat ini di meja gue” Tanya Denis menunjukkan sepucuk surat berwarna putih padaku.
“Yaelah bro… Serius dah… ngapain juga gue bohong” sahutku melirik ke arah Rahmi.
“Lagi pula hanya ORANG BODOH yang suka sama lo!!! Hahaha…” sambungku seraya meledeknya.
           
            Seketika Rahmi memalingkan wajahnya dan menatap kearah ku. Gadis itu menatap tajam seakan tak ingin melepaskan cengkraman matanya dari wajahku. Aku tak sanggup melawan tatapannya yang sangat mematikan itu, jadi ku alihkan pandanganku melihat Denis. Tatapannya itu seakan dia tak suka saat aku menyebutkan “Orang bodoh yang menyukai Denis.”
            Sebenarnya kami sedang berpura-pura, Denis sengaja terang-terangan menanyakan tentang surat itu padaku untuk melihat respon Rahmi ketika aku  mengatakan pengirim surat itu adalah orang bodoh dan ternyata …. Bingo !!
            Rahmi merespon, kami semakin yakin bahwa dia yang selalu meletakkan surat cinta di meja Denis. Entah mengapa beberapa hari ini dia sering melirik kearah kami? Dia duduk tepat di bangku sebelah Denis, jadi wajar saja kami mencurigainya.
            Beberapa minggu ini Denis memang selalu bertanya-tanya, siapa tersangka yang meletakkan surat cinta setiap hari di laci mejanya? Banyak dugaan siapa pelakunya. Sering kami menebak-nebak dan menduga bahwa pelakunya ada di kelas ini.
            Semua itu masuk dalam logika kami, tidak mungkin ada yang bisa meletakkan surat di laci Denis tanpa ada seorang pun siswa di kelas ini yang tau. Hanya ada satu kemungkinan!! Pasti dia orang dalam.
            Orang yang bisa berpura-pura seakan tak terjadi apa-apa. Sebenarnya ia tersenyum melihat Denis membaca surat darinya. Pernah kami menduga bahwa pelakunya adalah siswa dari kelas lain, bahkan kami sangat yakin bahwa pelakunya adalah Dian. Cewe dari kelas sebelah yang sudah sejak lama dikabarkan memiliki perasaan pada Denis.
            Akan tetapi, jika memang Dian pelakunya. Bagaimana caranya ia meletakkan surat di meja Denis? Pasti ada satu atau dua orang siswa yang melihatnya. Maka dari itu kami mengganti tersangka menjadi Rahmi.
            Dia sekertaris kelas kami, sekaligus sang jenius yang selalu mendapat ranking satu. Terlebih lagi dia adalah ketua dari ekskul drama teater di sekolah kami. Kemungkinannya menjadi semakin besar, karena dia selalu menjadi orang pertama yang datang di kelas. Dia tak pernah datang terlambat bahkan dalam kondisi hujan sekalipun. Selain itu posisi duduk kami yang bersebelahan dengan mejanya sangat memungkinkan untuk dia diam-diam menyelipkan surat cinta untuk Denis saat tak ada seorang pun yang melihatnya.
            Yang semakin membuat kami curiga setiap kali dia tidak hadir atau sakit, tak ada surat yang Denis temui di lacinya. Pasti dia !! hanya saja kami tak tau bagaimana cara membuktikannya?
            Bukan hanya itu, memang sudah sangat jelas. Akhir-akhir ini Rahmi sering sekali mendekati Denis, dengan berbagai modus dan alasan sepele dia selalu mencari perhatian Denis. Entah apa yang dia rencanakan? Tapi yang pasti dia sungguh pantas mendapat gelar ratu drama, wajar saja dia mendapat penghargaan karena kemahirannya dalam ber-akting.
            Dia sungguh luar biasa dalam menghayati perannya setiap kali sekolah kami mengadakan pentas drama antar kelas. Semacam acara tahunan yang membosankan.
            Apa yang harus kami lakukan untuk bisa membuktikan kalau Rahmi lah si pengirim surat cinta misterius itu?
            Aku sangat senang dalam situasi seperti ini, seakan-akan aku adalah detektif yang berusaha keras memecahkan kasus yang menyangkut keselamatan dunia.
Aku berasa seperti Detektif Conan tokoh utama dalam serial Anime Jepang. Dia adalah seorang mahasiswa jenius yang memiliki pemikiran yang luar biasa, hanya saja dia terjebak di tubuh anak kecil. Bahkan dengan kejeniusannya dia mampu memecahkan banyak kasus yang rumit.
Yah… aku sangat suka Anime itu. Tapi kembali ke kasus yang harus kami pecahkan, kami sudah memiliki tersangka yang sangat kuat. Tapi tak sekalipun kami berhasil menemukan cara agar membuktikan Rahmi adalah pelakunya. Satu-satunya cara hanyalah dengan membuatnya mengakui bahwa dialah yang meletakkan surat itu.

Hari itu sepulang sekolah Rahmi melakukan hal yang mencurigakan, hal yang semakin menguatkan dugaan kami tentang pengirim surat misterius itu. Tiba-tiba saja Rahmi menghampiri meja kami dan dengan wajah yang tersipu malu, ia meminta nomor Hp Denis.
            Wow, sungguh diluar perkiraan kami kalau dia akan melakukan sejauh ini. Denis tak sungkan memberikan nomornya, tapi aku tau sebenarnya dia pasti juga sedang curiga.
“Buat apa kamu minta nomorku?” tanya Denis mendadak.
“Eee….aaa…. Gue pulang dulu, makasih” jawabnya dan berlari keluar kelas.
“Heii… tunggu….” Teriak Denis.
            Rahmi tak berbalik dan terus berlari hingga hilang dari pandangan kami. Kecurigaan kami semakin besar pada nya.
“Gak salah lagi, pasti dia Den !!!” ujar ku.
“Sepertinya begitu..” jawab Denis datar.
           
            Malam ini, Denis menginap di rumahku. Tentu kami akan membahas masalah surat misterius itu dan tingkah aneh Rahmi hari ini.

“Rizky…. Denis… Makan malamnya udah siap!!” Teriak ibuku dari meja makan.

            Kamipun bergegas menuju asal aroma hidangan yang sangat menggugah seleramakan kami, perut yang sudah berbunyi kini siap kami isi.

            Usai makan malam, kami beranjak ke kamar ku dan  Denis membuka pembicaraan yang sangat mengejutkanku.
“Ky, sebenarnya gue akan sangat senang jika Rahmi adalah pengirim surat misterius itu.” Katanya dengan lugas.
“Haaa… Lho serius bro?? gue gak salah dengar kan?” tanya ku kaget.
“Sebenarnya gue udah lama suka sama Rahmi, dia cantik, dengan kacamata dan rambutnya yang di kuncir kuda.”
“Gawat… kek nya lho lagi demam nih…”
“Kali ini gue serius… gue bakal senang banget jika dia lah orangnya.”
“Apa mungkin lho kenak santet yah ?? gara-gara tadi siang dia minta nomor Hp lho.”
“Apaan sih lho?? Mana mungkin santet lewat nomor Hp.”
“Yah mana tau.. sekarang kan jaman modern, bisa aja kan dukunnya ikut perkembangan jaman.”
“kayaknya, lho nih yang demam bro..”
“Yah…terserah lho deh. Gue sih ikut senang aja kalau emang gitu.” Jawabku sebagai akhir dari pembicaraan kami.

            Tiba-tiba Hp Denis berdering dan itu berasal dari nomor tak di kenal. Tak perlu sulit menebak sudah pasti itu dari Rahmi, Denis pun dengan girang mengangkat telfonnya dan menjauh dari sisiku.
           
            Mungkin aku tersenyum senang di depan sahabatku, tapi mendengar bahwa dia menyukai Rahmi sungguh sangat menyakiti hatiku. Aku tak menyangka Denis menyukainya, aku tak ingin ini menjadi cinta segitiga. Remuk, pupus, kecewa.. hatiku tak lagi bisa membohongi rasa.
            Sahabat atau cinta, ini adalah pilihan yang tak biasa. Senyumnya, tingkahnya, semuanya teringat dalam fikiranku, tak bisa aku menghapusnya. Rahmi kenapa Denis harus menyukaimu?
            Malam ini adalah malam galau gulita, melihat Denis berbincang ria di sudut sana, sudah pasti Rahmi yang menelponnya. Aku cemburu, ya.. aku sadari hal itu.

            Selang beberapa menit Denis menghampiriku, dia terlihat bahagia dengan senyuman nya. “Gue senang jika lho senang bro..” ujarku dalam hati.

“Ky..!!” sahutnya.
“Apa?” tanyaku.
“Rahmi ngajak gue ketemua di Aula, tempat dia biasa latihan drama.”
“Kapan?”
“Besok!! Tapi dia bilang gue harus datang sendiri. Berarti lho kagak usah ikut.” Ujarnya
“yaudah, siapa juga yang peduli. mungkin dia mau jujur tentang semua surat itu.”
“Dan mungkin besok gue bakal jadian.” Teriaknya riang.
“selamat deh” jawabku datar.

            Siapa yang ingin terjebak dalam cinta segi tiga? Bagi yang sudah pernah pasti tau rasanya. Mengalah demi sahabat, mengorbankan cinta yang dirasakan. Sulit, sakit, namun inilah kenyataanku.

            Besoknya sepulang sekolah Rahmi terlebih dahulu meninggalkan kelas, Denis segera mengikutinya dan meninggalkanku di dalam kesendirian. Aku penasaran, jaKyu putuskan untuk diam-diam menguping pembicaraan mereka.
            Dari kejauhan ku lihat mereka berdua masuk ke dalam aula. Di sana sangat sepi, karena ini hari Rabu dan sedang tidak ada Ekskul drama yang biasa memakai tempat itu.
            Perlahan tapi pasti aku mendekati mulut pintu bangunan itu, dan samara-samar aku menguping pembicaraan mereka.

“Maaf yah den, gue udah nyusahin lho kayak gini.” Suara Rahmi membuka pembicaraan.
“Gapapa kok, emangnya apa yang mau kamu omongin disini?” tanya Denis.
“Gue mau jujur sama lho, tapi berjanjilah jangan tertawa.” Pinta Rahmi
“kenapa harus tertawa?” Denis sepertinya bingung.
“Sudahlah berjanji saja.”
“iya gue janji deh..”
“Den… sebenarnya gue… gue… gue… gue sukaa…” suara Rahmi gugup. Namun tiba-tiba Denis memotong ucapannya.
“Ya… gue juga suka sama lho, udah lama gue pengen ungkapin ini.”

            Telingaku seakan tak sanggup lagi untuk mendengar kelanjutan pembicaraan itu. Langit pun menangis, hujan deras menerpa wajahku. Aku berlari pulang meninggalkan mereka berdua yang aku yakin sedang di mabuk asmara.
            Tak ada lagi yang perlu ku pertanyakan semua sudah terjawab hari ini. Dingin bukan hanya menyelimuti tubuhku tapi juga hati ku, Langkah gontai dengan semangat patah membawaku menuju ruang kamar ku. Hatiku menangis dengan kenyataan yang nggak ku duga sama sekali.
            Perasaan yang terpendam nggak tau harus ke siapa ku ungkapkan. Kecewa.. Cuma itu yang ia rasakan saat ini. senja mulai ditelan malam gelap yang membias di riak-riak genangan air, rintik hujan pun semakin terasa di hati ku yang membeku. Ku pandang ke luar jendela dan ku sadari inilah rasanya patah hati.
           
            Malam itu sosok lelaki berbadan tegap datang ke rumah ku dengan raut wajah yang tak kalah kusam dari wajahku saat ini. Denis, kenapa dia? Seharusnya dia datang kemari dengan rasa gembira untuk memberitahuku tentang Rahmi.

Aku bingung dan bertanya-tanya. Hingga akhirnya dia menceritakan padaku tentang pembicaraannya. Setelah apa yang tadi siang ku dengarkan ternyata kelanjutannya tidak seperti dugaanku. Denis mengatakan kalau ternyata bukan Rahmi yang mengirimkan surat itu.
Dia bilang, setelah dia mengungkapkan bahwa dia suka sama Rahmi, Rahmi terkejut dan berkata. “Lho ngomong apa sih?”
Denis pun menjawab “Gue suka sama lho, Rahmi, lho kan yang selalu menaruh surat cinta di laci meja gue, dan lho mau bilang kalau lho suka sama gue!!”
Denis bilang setelah mendengar pernyataannya itu, Rahmi tertawa. Lalu dia mengatakan semuanya. “Den, gue gak ngerti maksud lho. Pertama, bukan gue yang naruh surat cinta di laci lho. Kedua, lho bukan tipe gue. Ketiga, gue ngajak lho ketemuan disini karena gue mau bilang….”
Denis menghentikan ceritanya disaat-saat yang mendebarkan itu, dia menangis dan menampakkan wajah seorang jomblo yang di tolak cintanya.
“Rahmi bilang apa den?” bentakku paksa.
“Dia bilang… hiks.. hiks… Dia bilang kalau dia itu sebenarnya suka sama lho Ky.”

            Jedeeerrr…. semua terungkap. Kini hatiku terjerat dalam jaring dilemma. Aku senang karena tau Rahmi tidak menyukai Denis, tapi aku sedih melihat Denis bersedih. Aku tak menyangka kalau semua akan menjadi kisah cinta segitiga yang sangat rumit seperti ini.

            Aku tak tau bakalan jadi serumit ini, Denis menangis dalam kepedihannya. Sementara aku terjebak dalam kebingungan ku. Denis menyukai Rahmi, Rahmi menyukai Aku, dan Aku…..

“Ky, jika bukan Rahmi yang meletakkan surat cinta itu. Jadi siapa pelakunya???” tanya Denis tiba-tiba.

            Aku diam dan tak menjawabnya, ku palingkan wajahku dan tersenyum. Aku sudah tau. Tentu saja bukan Rahmi yang meletakkan surat itu. Denis… Andai saja kau tau, kalau orang itu adalah Aku.



           
           

0 komentar:

Posting Komentar