“Ky, lho serius beneran gak tau siapa yang selalu naruh surat ini di meja gue” Tanya Denis menunjukkan sepucuk surat berwarna putih
padaku.
“Yaelah bro… Serius dah… ngapain juga gue bohong” sahutku
melirik ke arah Rahmi.
“Lagi pula hanya ORANG BODOH yang suka sama lo!!! Hahaha…”
sambungku seraya meledeknya.
Seketika Rahmi
memalingkan wajahnya dan menatap kearah ku. Gadis itu menatap tajam seakan tak
ingin melepaskan cengkraman matanya dari wajahku. Aku tak sanggup melawan
tatapannya yang sangat mematikan itu, jadi ku alihkan pandanganku melihat Denis.
Tatapannya itu seakan dia tak suka saat aku menyebutkan “Orang bodoh yang
menyukai Denis.”
Sebenarnya
kami sedang berpura-pura, Denis sengaja terang-terangan menanyakan tentang surat itu padaku untuk melihat respon Rahmi ketika aku mengatakan pengirim surat itu adalah orang bodoh dan ternyata ….
Bingo !!
Rahmi
merespon, kami semakin yakin bahwa dia yang selalu meletakkan surat cinta di meja Denis. Entah mengapa
beberapa hari ini dia sering melirik kearah kami? Dia duduk tepat di bangku
sebelah Denis, jadi wajar saja kami mencurigainya.
Beberapa
minggu ini Denis memang selalu bertanya-tanya, siapa tersangka yang meletakkan surat cinta setiap hari
di laci mejanya? Banyak dugaan siapa pelakunya. Sering kami menebak-nebak dan
menduga bahwa pelakunya ada di kelas ini.
Semua itu
masuk dalam logika kami, tidak mungkin ada yang bisa meletakkan surat di laci Denis tanpa
ada seorang pun siswa di kelas ini yang tau. Hanya ada satu kemungkinan!! Pasti
dia orang dalam.
Orang yang
bisa berpura-pura seakan tak terjadi apa-apa. Sebenarnya ia tersenyum melihat
Denis membaca surat
darinya. Pernah kami menduga bahwa pelakunya adalah siswa dari kelas lain,
bahkan kami sangat yakin bahwa pelakunya adalah Dian. Cewe dari kelas sebelah
yang sudah sejak lama dikabarkan memiliki perasaan pada Denis.
Akan
tetapi, jika memang Dian pelakunya. Bagaimana caranya ia meletakkan surat di meja Denis?
Pasti ada satu atau dua orang siswa yang melihatnya. Maka dari itu kami
mengganti tersangka menjadi Rahmi.
Dia
sekertaris kelas kami, sekaligus sang jenius yang selalu mendapat ranking satu.
Terlebih lagi dia adalah ketua dari ekskul drama teater di sekolah kami.
Kemungkinannya menjadi semakin besar, karena dia selalu menjadi orang pertama
yang datang di kelas. Dia tak pernah datang terlambat bahkan dalam kondisi
hujan sekalipun. Selain itu posisi duduk kami yang bersebelahan dengan mejanya
sangat memungkinkan untuk dia diam-diam menyelipkan surat cinta untuk Denis saat tak ada seorang
pun yang melihatnya.
Yang
semakin membuat kami curiga setiap kali dia tidak hadir atau sakit, tak ada surat yang Denis temui di
lacinya. Pasti dia !! hanya saja kami tak tau bagaimana cara membuktikannya?
Bukan hanya
itu, memang sudah sangat jelas. Akhir-akhir ini Rahmi sering sekali mendekati
Denis, dengan berbagai modus dan alasan sepele dia selalu mencari perhatian
Denis. Entah apa yang dia rencanakan? Tapi yang pasti dia sungguh pantas
mendapat gelar ratu drama, wajar saja dia mendapat penghargaan karena kemahirannya
dalam ber-akting.
Dia sungguh
luar biasa dalam menghayati perannya setiap kali sekolah kami mengadakan pentas
drama antar kelas. Semacam acara tahunan yang membosankan.
Apa yang
harus kami lakukan untuk bisa membuktikan kalau Rahmi lah si pengirim surat cinta misterius
itu?
Aku sangat
senang dalam situasi seperti ini, seakan-akan aku adalah detektif yang berusaha
keras memecahkan kasus yang menyangkut keselamatan dunia.
Aku berasa seperti Detektif Conan
tokoh utama dalam serial Anime Jepang. Dia adalah seorang mahasiswa jenius yang
memiliki pemikiran yang luar biasa, hanya saja dia terjebak di tubuh anak
kecil. Bahkan dengan kejeniusannya dia mampu memecahkan banyak kasus yang
rumit.
Yah… aku sangat suka Anime itu. Tapi
kembali ke kasus yang harus kami pecahkan, kami sudah memiliki tersangka yang
sangat kuat. Tapi tak sekalipun kami berhasil menemukan cara agar membuktikan Rahmi
adalah pelakunya. Satu-satunya cara hanyalah dengan membuatnya mengakui bahwa
dialah yang meletakkan surat
itu.
Hari itu sepulang sekolah Rahmi
melakukan hal yang mencurigakan, hal yang semakin menguatkan dugaan kami
tentang pengirim surat
misterius itu. Tiba-tiba saja Rahmi menghampiri meja kami dan dengan wajah yang
tersipu malu, ia meminta nomor Hp Denis.
Wow, sungguh diluar perkiraan kami kalau dia akan melakukan sejauh ini. Denis tak sungkan memberikan nomornya, tapi aku tau sebenarnya dia pasti juga sedang curiga.
Wow, sungguh diluar perkiraan kami kalau dia akan melakukan sejauh ini. Denis tak sungkan memberikan nomornya, tapi aku tau sebenarnya dia pasti juga sedang curiga.
“Buat apa kamu minta nomorku?” tanya Denis mendadak.
“Eee….aaa…. Gue pulang dulu, makasih” jawabnya dan berlari
keluar kelas.
“Heii… tunggu….” Teriak Denis.
Rahmi tak
berbalik dan terus berlari hingga hilang dari pandangan kami. Kecurigaan kami
semakin besar pada nya.
“Gak salah lagi, pasti dia Den !!!” ujar ku.
“Sepertinya begitu..” jawab Denis datar.
Malam ini,
Denis menginap di rumahku. Tentu kami akan membahas masalah surat misterius itu dan tingkah aneh Rahmi
hari ini.
“Rizky…. Denis… Makan malamnya udah siap!!” Teriak ibuku
dari meja makan.
Kamipun
bergegas menuju asal aroma hidangan yang sangat menggugah seleramakan kami,
perut yang sudah berbunyi kini siap kami isi.
Usai makan
malam, kami beranjak ke kamar ku dan
Denis membuka pembicaraan yang sangat mengejutkanku.
“Ky, sebenarnya gue akan sangat senang jika Rahmi adalah
pengirim surat
misterius itu.” Katanya dengan lugas.
“Haaa… Lho serius bro?? gue gak salah dengar kan?” tanya ku kaget.
“Sebenarnya gue udah lama suka sama Rahmi, dia cantik,
dengan kacamata dan rambutnya yang di kuncir kuda.”
“Gawat… kek nya lho lagi demam nih…”
“Kali ini gue serius… gue bakal senang banget jika dia lah
orangnya.”
“Apa mungkin lho kenak santet yah ?? gara-gara tadi siang
dia minta nomor Hp lho.”
“Apaan sih lho?? Mana mungkin santet lewat nomor Hp.”
“Yah mana tau.. sekarang kan
jaman modern, bisa aja kan
dukunnya ikut perkembangan jaman.”
“kayaknya, lho nih yang demam bro..”
“Yah…terserah lho deh. Gue sih ikut senang aja kalau emang
gitu.” Jawabku sebagai akhir dari pembicaraan kami.
Tiba-tiba
Hp Denis berdering dan itu berasal dari nomor tak di kenal. Tak perlu sulit menebak
sudah pasti itu dari Rahmi, Denis pun dengan girang mengangkat telfonnya dan
menjauh dari sisiku.
Mungkin aku
tersenyum senang di depan sahabatku, tapi mendengar bahwa dia menyukai Rahmi
sungguh sangat menyakiti hatiku. Aku tak menyangka Denis menyukainya, aku tak
ingin ini menjadi cinta segitiga. Remuk, pupus, kecewa.. hatiku tak lagi bisa
membohongi rasa.
Sahabat
atau cinta, ini adalah pilihan yang tak biasa. Senyumnya, tingkahnya, semuanya
teringat dalam fikiranku, tak bisa aku menghapusnya. Rahmi kenapa Denis harus
menyukaimu?
Malam ini
adalah malam galau gulita, melihat Denis berbincang ria di sudut sana, sudah pasti Rahmi
yang menelponnya. Aku cemburu, ya.. aku sadari hal itu.
Selang
beberapa menit Denis menghampiriku, dia terlihat bahagia dengan senyuman nya.
“Gue senang jika lho senang bro..” ujarku dalam hati.
“Ky..!!” sahutnya.
“Apa?” tanyaku.
“Rahmi ngajak gue ketemua di Aula, tempat dia biasa latihan
drama.”
“Kapan?”
“Besok!! Tapi dia bilang gue harus datang sendiri. Berarti
lho kagak usah ikut.” Ujarnya
“yaudah, siapa juga yang peduli. mungkin dia mau jujur
tentang semua surat
itu.”
“Dan mungkin besok gue bakal jadian.” Teriaknya riang.
“selamat deh” jawabku datar.
Siapa yang
ingin terjebak dalam cinta segi tiga? Bagi yang sudah pernah pasti tau rasanya.
Mengalah demi sahabat, mengorbankan cinta yang dirasakan. Sulit, sakit, namun
inilah kenyataanku.
Besoknya
sepulang sekolah Rahmi terlebih dahulu meninggalkan kelas, Denis segera
mengikutinya dan meninggalkanku di dalam kesendirian. Aku penasaran, jaKyu
putuskan untuk diam-diam menguping pembicaraan mereka.
Dari
kejauhan ku lihat mereka berdua masuk ke dalam aula. Di sana sangat sepi, karena ini hari Rabu dan
sedang tidak ada Ekskul drama yang biasa memakai tempat itu.
Perlahan
tapi pasti aku mendekati mulut pintu bangunan itu, dan samara-samar aku
menguping pembicaraan mereka.
“Maaf yah den, gue udah nyusahin lho kayak gini.” Suara
Rahmi membuka pembicaraan.
“Gapapa kok, emangnya apa yang mau kamu omongin disini?”
tanya Denis.
“Gue mau jujur sama lho, tapi berjanjilah jangan tertawa.”
Pinta Rahmi
“kenapa harus tertawa?” Denis sepertinya bingung.
“Sudahlah berjanji saja.”
“iya gue janji deh..”
“Den… sebenarnya gue… gue… gue… gue sukaa…” suara Rahmi
gugup. Namun tiba-tiba Denis memotong ucapannya.
“Ya… gue juga suka sama lho, udah lama gue pengen ungkapin
ini.”
Telingaku
seakan tak sanggup lagi untuk mendengar kelanjutan pembicaraan itu. Langit pun
menangis, hujan deras menerpa wajahku. Aku berlari pulang meninggalkan mereka
berdua yang aku yakin sedang di mabuk asmara.
Tak ada
lagi yang perlu ku pertanyakan semua sudah terjawab hari ini. Dingin bukan
hanya menyelimuti tubuhku tapi juga hati ku, Langkah gontai dengan semangat
patah membawaku menuju ruang kamar ku. Hatiku menangis dengan kenyataan yang
nggak ku duga sama sekali.
Perasaan
yang terpendam nggak tau harus ke siapa ku ungkapkan. Kecewa.. Cuma itu yang ia
rasakan saat ini. senja mulai ditelan malam gelap yang membias di riak-riak genangan
air, rintik hujan pun semakin terasa di hati ku yang membeku. Ku pandang ke
luar jendela dan ku sadari inilah rasanya patah hati.
Malam itu
sosok lelaki berbadan tegap datang ke rumah ku dengan raut wajah yang tak kalah
kusam dari wajahku saat ini. Denis, kenapa dia? Seharusnya dia datang kemari
dengan rasa gembira untuk memberitahuku tentang Rahmi.
Aku bingung dan bertanya-tanya.
Hingga akhirnya dia menceritakan padaku tentang pembicaraannya. Setelah apa
yang tadi siang ku dengarkan ternyata kelanjutannya tidak seperti dugaanku.
Denis mengatakan kalau ternyata bukan Rahmi yang mengirimkan surat itu.
Dia bilang, setelah dia
mengungkapkan bahwa dia suka sama Rahmi, Rahmi terkejut dan berkata. “Lho
ngomong apa sih?”
Denis pun menjawab “Gue suka sama
lho, Rahmi, lho kan yang selalu menaruh surat cinta di laci meja
gue, dan lho mau bilang kalau lho suka sama gue!!”
Denis bilang setelah mendengar
pernyataannya itu, Rahmi tertawa. Lalu dia mengatakan semuanya. “Den, gue gak
ngerti maksud lho. Pertama, bukan gue yang naruh surat cinta di laci lho. Kedua, lho bukan
tipe gue. Ketiga, gue ngajak lho ketemuan disini karena gue mau bilang….”
Denis menghentikan ceritanya
disaat-saat yang mendebarkan itu, dia menangis dan menampakkan wajah seorang
jomblo yang di tolak cintanya.
“Rahmi bilang apa den?” bentakku paksa.
“Dia bilang… hiks.. hiks… Dia bilang kalau dia itu
sebenarnya suka sama lho Ky.”
Jedeeerrr….
semua terungkap. Kini hatiku terjerat dalam jaring dilemma. Aku senang karena
tau Rahmi tidak menyukai Denis, tapi aku sedih melihat Denis bersedih. Aku tak
menyangka kalau semua akan menjadi kisah cinta segitiga yang sangat rumit
seperti ini.
Aku tak tau
bakalan jadi serumit ini, Denis menangis dalam kepedihannya. Sementara aku
terjebak dalam kebingungan ku. Denis menyukai Rahmi, Rahmi menyukai Aku, dan
Aku…..
“Ky, jika bukan Rahmi yang meletakkan surat cinta itu. Jadi siapa pelakunya???”
tanya Denis tiba-tiba.
Aku diam
dan tak menjawabnya, ku palingkan wajahku dan tersenyum. Aku sudah tau. Tentu
saja bukan Rahmi yang meletakkan surat
itu. Denis… Andai saja kau tau, kalau orang itu adalah Aku.
0 komentar:
Posting Komentar