Jumat, 07 Februari 2014

“Apa !? Kamu mau pindah ke Jepang?? Kamu bercanda kan Ru?”
“Maafin aku Lin, tapi aku benar-benar harus pergi.”
“Ta…tapi kenapa?”
“ttuuttt… ttuuutt… ttuuuttt.” Heru menutup telponya.

            Aku segera berlari ke rumahnya, setibanya disana yang ku dapati hanyalah wanita tua yang bekerja sebagai pembantunya.

“Heru dimana bik?”
“Aden Heru udah pergi non, tadi pagi-pagi sekali tuan dan keluarga udah berangkat ke bandara.”

            Air mata mulai membanjiri wajahku, ketika aku sadar Heru pergi meninggalkanku ke tempat yang sangat jauh, seketika diriku penuh tanya. Apakah dia akan kembali? Apakah kami akan bertemu lagi? Tak pernah ku bayangkan kalau kami harus berpisah, orang yang selalu ada disaat aku membutuhkannya, orang yang selalu menghiburku dikala duka, menemaniku dikala suka, kini pergi dari sisiku.

“Non Lina mau masuk dulu? Biar bibik buatin minum.” ujar bik Inah memecah kesedihanku.
“Terimakasih bik, saya pulang saja.” Ujarku menunduk dan berbalik arah.
“Non Lina tunggu!! den Heru menitipkan sesuatu untuk non.” Teriak wanita tua itu.
“Apa itu bik?” jawabku dan kembali berjalan ke arahnya.
“ini..”
            Dia tak menyebut benda apa itu, tapi dia mengulurkan genggaman tangannya. Refleks tangan kananku menerima apa yang ia beri, dan itu adalah…


“Lolipop…!!” kataku parau.

            Lolipop rasa strawberi, itu adalah permen favoritku. Sekilas teringat, Heru selalu memberiku lolipop ini setiap harinya dan mungkin ini adalah lolipop terakhir darinya.


Setahun Kemudian

            Setelah kepergian Heru, aku sadar bahwa diriku mulai berubah. Teman-teman ku bilang kini aku menjadi pendiam, Aku lebih sering menyendiri di kamar kecilku, dan setiap malam hanya melamun memandang keluar jendala. Aku mengingat ketika dulu aku selalu bersama dengan Heru.

            Saat itu usiaku baru 15 tahun dan aku masih duduk di kelas 1 SMA, hari itu gak akan pernah aku lupakan. Hari dimana aku jadian dengan Heru.

            Aku dan Heru sudah lama berteman, entah bagaimana kami selalu sekelas sejak di sekolah dasar. Rumah kami yang jaraknya hanya menghitung langkah juga menjadi alasan kedekatan kami. Dia tinggal hanya kelang dua rumah dari rumahku.

Sejak kecil kami sering bermain bersama, Heru pernah menolongku ketika aku jatuh ke got saat pertama kali belajar naik sepeda tanpa roda bantuan. Dia juga pernah di omelin mama ketika dia membuat ku menangis karena merebut lolipop milikku. Itu kenangan yang sangat lucu dan begitu indahnya. Tapi yang paling tak bisa ku lupakan adalah saat itu, saat ia pertama kali memberikan lolipop padaku.

Kami kelas 3 SMP dan sedang berjalan pulang, aku mengeluarkan dua lolipop rasa favoritku dan membaginya dengan Heru. Heru melirikku, lalu memungut lolipop itu dari tanganku, Heru tak lekas membukanya, ia hanya memegang lolipop itu di tangan kanannya.

Berbeda denganku yang sangat menggemari cemilan anak-anak ini. Aku segera membuka bungkusnya dan bersiap melahap sensasi manis yang tersimpan di balik bungkus pelastik.

Ketika aku hampir selesai membuka bungkusnya, seakan punya kaki, lolipopku melompat dan jatuh ke kubangan. Aku terdiam dan merunduk menatap ke arah lolipopku yang sudah berlumuran lumpur kecoklatan. Melihat itu Heru menjulurkan lolipop miliknya, mata ku yang sudah berkaca-kaca, seketika terhenti. Ku terima lolipop itu dan Heru pun berjalan meninggalkan ku di belakangnya.

“Aku tak suka melihat mu menangis! Jika aku punya 10 lolipop, akan ku berikan semua milikku asalkan kau mau berjanji tidak menangis.” Begitulah yang dia katakan.

Sejak hari itu lah, aku menyukai Heru, tapi aku tak pernah memberi tau padanya. Hingga akhirnya malam itu tiba.

“Lin, Lina !!” Teriak Heru di depan rumahku.
“Ada apa!?” jawabku dari jendela kamarku.
“Cepat keluar, aku mau ngajak kamu ke rumah Kevin.”
“Mau ngapain?”
“Udah, ikut aja bawel.”

            Aku menghampirinya yang sudah menungguku menggunakan motor matic hitam. Hari ini ada yang beda dari Heru, biasanya dia adalah orang yang cerewet, tapi sepanjang jalan dia terlihat gugup dan enggan mengajakku berbicara.

“Kamu sakit Ru?” tanyaku.

            Dia tidak menjawab dan hanya menggelangkan kepalanya. Tak lama kemudian kami berhenti di sebuah taman dan dia menyuruhku turun.

“Loh, kok disini? Tingkahmu aneh banget sih Ru, jangan-jangan kau mau memperkosa aku yah??” tanyaku kesal dengan sedikit bualan.

“Aduuhh!!” teriak ku, dia hanya membalas celotehanku itu dengan mendaratkan sebuah pukulan kecil di kepalaku.

“kamu ini kenapa sih Ru, aneh banget??”
“Lihat ke belakang Lin.” Ujar Heru santai.

            Aku terdiam, ketika aku memalingkan badanku ke arah belakang dan disana aku melihat sebuah kanfas yang tertutup kain putih. Heru menarik tanganku, langkahku sedikit sulit mengikuti langkahnya yang cepat. Tak butuh waktu lama ia membawaku berdiri di hadapan kanfas itu.

“Bukalah!!” ujarnya.

            Tanpa ragu segera ku buka dan tampak lukisan seorang wanita berambut panjang yang sedang menikmati setangkai lolipop berwarna merah muda. “itu aku!!” ujar ku dalam hati.

“Apa ini Ru?”
“Iiiih dodol !! ini lukisan.” Jawabnya.
“Buat apa?”
“Bodoh banget sih, masa kamu gak ngerti dengan situasi ini.” Jawabnya lagi sambil mencubit pipiku yang chubby.
“Serius, aku gak tau Ru.”
“Oke.. aku jawab pertanyaan kamu. Lin, aku sayang sama kamu.”
“Terus??”
“Dasar bego!! Dodol !! bodoh kamu, sekarang kamu mau gak jadi pacar aku??” tanya Heru sedikit marah.
“Mau gak yah??” jawabku sedikit melece.
“Jawab Lin…” paksanya.
“Mau deh.” Jawabku tulus.
“Serius Lin?? Kamu gak bercandakan?”
“Iya dodol, lagi pula kalo ntar gak ku terima kamu pasti lapor ke tante, atau mungkin gantung diri” jawabku sedikit tertawa.

            Ketika kami akan meninggalkan taman, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, Lukisan itu adalah yang pertama kali aku selamatkan. Kami berteduh di sebuah pondok yang ada di taman itu, hujan tak kunjung reda, kami pun lama berduaan di taman itu. Tiba-tiba Heru mengeluarkan sebuah lolipop rasa strawberi dan menyanyikan lagu “Happy Birthday”. Tanggal 27 Juni 2011 tepat ketika aku berulang tahun yang ke 15, itulah saat dia menembakku. Aku tidak pernah melupakan setiap detikpun kenangan itu.

            Semenjak hari itu hidupku terasa berbedadan menjadi lebih indah, dia selalu membuatku nyaman di sisinya, setiap hari ia selalu memberikan lolipop kesukaan ku, terkadang diam-diam dia meletakkannya di meja kelasku.

            Setahun setelah kami berpacaran, kepergiannya adalah hal terberat dalam hidupku. Di awali dengan percakapan kami di kantin, dia menatapku dengan serius, seakan tak rela melepaskan aku pergi dari tatapan itu.

“Lin.” Panggil Heru
“Kenapa Ru?” jawabku tersenyum.
“Gimana kalo aku pergi jauh ninggalin kamu?”
“Maksud kamu apa Ru? Kamu mau ninggalin aku?”
“Jawab Lin, Gimana kalau kita gak bisa bersama lagi?”
“Jangan bercanda Ru, ini gak lucu!!”
“Apa mataku kelihatan lagi bercanda Lin?”

            Tatapan Heru saat itu begitu tajam, tak ada sedikitpun kebohongan di dalamnya, hanya pancaran kesedihan yang terasa. Pada saat itu aku tak sanggup terus menatap mata Heru, sebelum menjawab pertanyaannya aku berlari meninggalkan meja dimana kami duduk. Dia memanggilku dan mengejarku namun aku tetap tidak berhenti berlari.

            Aku masuk ke kelas dan disana aku menangis, Dita salah satu sahabatku melihat dan menghampiriku.

“Kamu kenapa Lin?” tanya Dita.
“Gapapa kok Dit”
“Jangan bohong, pasti ada penyebabnya kamu menangis.”

            Saat itu tiba-tiba Heru datang dan menjelaskan semua pada Dita, Heru meminta Dita untuk meninggalkan kami berdua di kelas. Heru minta maaf kepada ku tentang kejadian di kantin tadi, dia berjanji tak akan mengulanginya lagi. Aku sedang emosi dan meminta Heru untuk meninggalkan ku sendiri. Keesokan harinya, Heru hanya menelponku dan dia pergi tanpa berpamitan. Hanya setangkai lolipop yang dia tinggalkan, lolipop sebagai hadiah hari jadi kami dan hari ulang tahunku.

            Kini usiaku 16 tahun, sejak kepergian Heru, dia tak pernah mengirimiku kabar sama sekali. “Apa mungkin Heru sudah melupakanku?” tanyaku dalam hati. Disaat aku sedang asik melamun dan melihat bintang-bintang di langit, tiba-tiba seseorang mengagetkanku dari belakang.

”Hei !!!” Tegur Lulu.
”Eh Lu, kamu ngagetin aja, sama siapa kesini?”
”Sama temen-temen yang lain Lin, mereka ada di ruang tamu, tadi tante nyuruh aku manggil kamu.”
”Oh. Suruh aja mereka masuk kesini, aku lagi males nih keluar kamar.”
”Kamu itu kapan Lin gak males? Selalu jawab kayak gitu. Sebaiknya kamu mulai melupakan Heru, pikirin tuh si Denis. Kurang apa sih dia? Dia itu ganteng, baik, perhatian, tapi kamu gak pernah mau nanggepin dia.”
”Gapapa Lu, aku belum bisa buka hati buat cowok lain.”
”Kapan kamu bisa lupain Heru, kalau kamuselalu ngurung diri di kamar dan gak pernah mau bergaul di luar rumah.” Sahut Dita dari arah pintu.
”Bener tuh Lin, apa yang dibilang si Dita.” Timpal Melvi dari arah yang sama.
”Kalian ini bisa aja kalo ngomong. Taku belum bisa buka hatiku buatcowok lain.”jawabku.
”Mel, kapan kamu bisa buka hati buat cowok lain, kalo semua cowok yang dekatin kami selalu kamu samakan dengan Heru.” Bentak Lulu.
”Kamu benar Lu, aku bodoh. Heru gak pernah minta aku nungguin dia sampai dia kembali kesini.” ucapku sambil meneteskan butiran bening dari mataku.
”Lin, apa mungkin Heru kembali kesini lagi? Itu gak mungkin!! Kalo dia emang bakal kembali kesini lagi, dia pasti bakalan bilang sama kamu sebelum dia pergi.” kata Lulu mengelus bahuku.

            Malam itu mereka akan menginap di rumahku, ketika kami sedang asik ngobrol, Hp ku tiba-tiba berbunyi. Aku tidak tau siapa yang menelponku dan aku langsung mengangkatnya.

”Halo, dengan siapa ya?” tanyaku pada orang tersebut.

Setelah lama aku menunggu dan tak ada jawaban, sapaanku pun ku ulangi.

”Siapa ini?”

Karena tidak ada jawaban aku mematikan telponnya.

”Siapa Lin, yang nelpon?” Tanya Dita.
”Gak tau Dit, sama dia gak di jawab, salah sambung mungkin.”

            Tak lama kemudian nomor yang sama menelpon lagi, kali ini aku menyuruh Dita untuk mengangkatnya, namun Dita tak mau. Akhirnya Lulu menawarkan diri untuk mengangkatnya.

”Halo, ini siapa ya?” Tanya Lulu lembut.
”Bisa aku bicara dengan Lina?” jawab suara di seberang telepon itu.
”Bisa, emang ini siapa?” Tanya Lulu lagi.
”Ini temannya” kembali si penelpon itu menjawab.

            Kemudian, Lulu memberikan Hp itu padaku, namun disaat aku bertanya hal yang sama pada si penelpon itu dia hanya diam saja dan tak menjawab pertanyaanku sama sekali. Aku sangat marah dengan ornag itu dan mematikan telfonnya. Aku non-aktifkan dan ku taruh di atas meja.

”Kenapa Lin?” Tanya Melvi.
”Gila emang tuh orang, dari tadi aku ngomong gak dijawab sama sekali, emang tadi itu siapa sih Lu?” Tanyaku pada Lulu.
”Aku gak tau Lin, dia Cuma bilang kalo dia itu temen mu.” jawab Lulu sedikit acuh.
”Cewek apa cowok?”
”Cowok Lin”
”Udah lah, lupain aja, paling juga cowok iseng seperti cowok-cowok lain yang sering miscall gak jelas. Aku ngantuk nih, aku mau tidur, kalian udah ngantuk belum?”
”Kalian duluan aja deh, aku masih mau chattingan dulu sama pacarku. Lin, paket ku udah abis nih, boleh kan aku pinjam Hp mu?” kata Lulu.
”Boleh, ambil aja tuh.” jawabku sambil merebahkan tubuh di samping guling.

            Mentari pagi muncul perlahan dari ufuk timur, dan menggantikan bulan menghiasi langit, terdengar dari luar kamar suara mama ku membangunkan sahabat-sahabatku dan aku. Tak lama aku bangun dan membuka pintu, menghampiri mama ku yang sudah dari tadi berdiri disana.

”Hari ini kamu libur sekolah kan? Kamu jaga rumah yah. Papa dan mama mau pergi menjenguk paman di rumah sakit, tadi malam paman masuk rumah sakit.” kata mama ku
”Iya ma, hati-hati yah... ini kan masih pagi kenapa ibu buru-buru pergi?” jawab ku
”Tidak apa-apa Lin, kasihan Bude sendirian nemenin paman di rumah sakit, mama sudah siapkan sarapan untuk kalian di meja makan.”
”Iya ma”
”Tante pergi dulu yah, tante titip Lina.” kata mama kepada teman-teman ku yang masih di atas ranjang.
”Iya tante.” Jawab Dita.

            Aku berjalan di belakang mama, mengantarnya sampai depan pintu rumah. Tiba-tiba aku teringat dengan Heru, aku rindu sekali padanya, aku harap hari ini ada sebuah lolipop yang ku terima dari dirinya. Namun itu hanya angan-angan ku yang tak mungkin terwujud.

            Aku menutup pintu dan kembali masuk ke kamar menemui sahabat-sahabatku yang sedang berbaring di tempat tidur. Aku melihat keluar jendela, aku ingat masa-masa disaat Heru memanggilku dan aku ada di tempat ini. 


Cuaca hari ini benar-benar persis seperti saat aku jadian dengan Heru dulu, mendung dan tenang, aku melihat ke langit, aku harap hari ini akan turun hujan, besok adalah 2 tahun aku jadian dengan Heru dan ulang tahunku yang ke-17 tahun. Apa dia masih ingat tanggal itu? Tanya ku dalam hati dan tanpa ku sadari aku telah meneteskan air mata begitu banyak.



”Lin, kamu kenapa?” Tanya Melvi.
”Aku ingat sama Heru, hari ini mirip banget sama hari dimana aku jadian sama dia.” Jawab ku histeris menangisi hal yang sudah pergi.
”Lin, aku yakin Heru disana juga ingat masa-masa kalian dulu, dan dia pasti ingat besok 2 tahun kalian jadian.” Ujar Lulu sambil mengelus punggungku.
”Kamu tau dari mana kalau dia ingat tentang besok?” Tanyaku heran.
”Oh itu. Cuma firasat aja Lin.” Jawab Lulu.
”Oh yah, tadi malam Denis SMS aku, dia bilang hari ini mau ngajakin kamu jalan, kamu mau gak Lin?” Sambungnya lagi.
”Udah, mau aja lah Lin, buat menghibur hatimu yang lagi sedih.” sahut Melvi.
”Bilang aja sama Denis, nanti jemput aku jam 11.” Jawabku.
”Kamu serius mau nih Lin?” Tanya Lulu.
”Iya Lu, aku mau. Tapi kalian jaga rumah yah. Jangan pergi kemana-mana, kunci rumah ku taruh di meja tuh.”
”Oke-oke, bisa di atur say.”

            Mungkin memang benar kata mereka kalo aku butuh refreshing agar bisa menenangkan pikiran dan melupakan semua masalah hidupku, tapi tentu tidak mungkin melupakan Heru. Aku harus bisa buka hatiku untuk cowok lain.

            Jam menunjukkan pukul 6.30 tepat, aku dan sahabat-sahabat ku turun ke dapur untuk buat sarapan. Ibu memasak semur ayam kesukaan ku dan Heru. Seolah-olah ibu sengaja ingin membuatku mengenang saat Heru makan disini dan menyuapiku dengan semur ini.

            Setelah selesai makan kami pergi keruang Tv dan menonton serial drama korea mingguan yang hanya main setiap hari ini. Adegannya si cowok sedang sakit keras dan mau mati, si cewek nangis-nangis. Tak ku sangka Lulu sampai menangis karena nonton drama lebay seperti ini.
”Kamu kok sampe nangis sih Lu? Cuma liat adegan beginian sampe nangis segala, adegan beginian kan udah biasa.” Tanyaku.
“Aku cuma ngebayangin kalau aku adalah cewek itu, dan aku nangis bukan cuma karena itu..”
”Jadi karna apa lagi?”
”Kamu ini gak punya hati yah? Kamu nginjak kaki ku. Sakit tau !!”
”Eeeh... maaf deh kan gak sengaja..”

            Tiba-tiba Hp Lulu berbunyi dan dia pergi menjauh dari kami untuk mengankat telfon, seakan dia tidak ingin kami tau siapa yang menelponnya.
”Kalian merasa aneh gak liat Lulu?” Tanya ku pada Dita dan Melvi.
”Gak tuh, biasa aja.” Jawab Melvi.
”Paling yang nelpon pacarnya, wajar aja kalau dia gak mau kita ganggu.” ujar Dita.

            Tidak lama kemudian Lulu kembali menonton Tv bersama kami lagi, tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10.15, kemudian aku bersiap untuk jalan dengan Denis.

”Good luck yah Lin.” Kata Lulu tersenyum ke arah ku.
”Oke Lu.” Jawabku sedikit bingung.

            Lulu tersenyum melihat ke arah ku, aku tidak ingin membuat sahabat-sahabatku selalu sedih melihatku yang seperti ini. Aku ingin membuat mereka bahagia, setelah aku selesai menyiapkan semuanya, aku berdiri di depan kaca dan berkata.

”Aku harus bisa membahagiakan sahabat-sahabatku dan melupakan Heru untuk hari ini.”

            Aku menatap sebuah lukisan yang ada di dinding kamarku, itu lukisan ku yang di berikan Heru hari itu, aku tau tak mungkin bisa melupakannya tapi aku akan mencoba demi sahabat-sahabatku. Kemudian aku berjalan menyusuri tangga dan menemui mereka.

”Doakan aku yah, semoga berjalan lancar.”
”Kamu pasti bisa, kalo kamu mau berusaha Lin” kata Lulu.
”Iya, pasti aku bisa!!” jawabku.
”Aku nunggu Denis di teras aja yah, kalian jaga rumah baik-baik.”
”Beres Lin.” jawab mereka serentak.

            Begitu aku membuka pintu dengan penuh rasa gembira, senyuman di wajahku langsung berubah jadi air mata yang berlimpah mengaliri pipiku. Betapa shock nya diriku melihat setangkai lolipop berbungkus merah jambu tergeletak di depan pintu rumah ku.

            Aku menangis memungut lolipop itu, aku berlari kembali masuk kedalam dan di depan Lulu, Dita, dan Melvi, aku menunjukkan lolipop rasa favoritku itu ke arah mereka dan menangis sekuat yang aku bisa.

            Rasa rindu yang selama ini ku pendam di dalam hati benar-benar tak bisa ku simpan lagi, disana mereka memelukku dan Lulu ikut menangis untukku, seolah dia mengerti apa yang ku rasakan.

            Mereka semua tau, apa makna sebuah lolipop itu untukku, mereka juga tau sesering apa dulu Heru memberikannya padaku. Setelah setahun kepergiannya tak pernah lagi aku menikmati permen manis itu. Lolipop yang dia titipkan kepada pembantunya dulu adalah lolipop terakhir yang ku nikmati.

”Siapa yang menaruh lolipop ini di depan pintu?” tanyaku sambil menangis.
           
            Tak ada satu pun yang menjawab pertanyaan ku, aku mencoba menahan air mataku yang terus mengalir di pipiku.

”Tin...tin..tin...!!!” Terdengar suara klakson motor dari luar.
”Itu pasti Denis Lin, samperin aja dan hapus air matamu.” ujar Melvi.

            Aku langsung keluar menghampiri Denis dan menanyakan tentang lolipop yang tergeletak di depan pintu rumah ku itu.

”Den, apa kamu tadi naruh lolipop di depan pintu rumahku?” tanyaku dengan penuh harap.
”Bukan Lin, emang kenapa?”
”Gapapa Den, udahlah lupain aja, kamu mau ajak aku kemana?”
”Oh.. udah ikut aja, nanti kamu bakal tau sendiri.”
            Aku hanya tersenyum memandangi Denis.

”Udah lah Lin, ikut aja, aku tau saat ini kamu belum bisa buka hatimu buat aku, aku gak akan paksain itu kok Lin.” kata Denis dengan lembut.
”Maaf Den, bukan gitu maksud aku.”
”Iya Lin, gapapa kok, ayo naik.. aku janji akan bawa kamu ke tempat yang akan membuat kamu bahagia dan menghapus segala kesedihan kamu.”
”Iya Den, makasih yah.”

            Denis hanya tersenyum. Setelah begitu lama kami menelusuri jalan yang entah kemana Denis membawaku, kurang lebih 2 jam di perjalanan akhirnya kami berhenti di sebuah rumah sakit swasta yang begitu exclusive

            Aku tidak mengerti mengapa Denis membawaku ke tempat ini. Denis mengajakku masuk dan berjalan menelusuri koridor-koridor rumah sakit. Aku membaca setiap ruangan ada tulisan di atasnya, hingga Denis berhenti di sebuah pintu dengan tulisan ”Ruang Penyakit Kanker”. Kami masuk ke dalam, aku semakin bingung dengan Denis, dia meninggalkanku dan keluar ruangan sambil berbisik ”ini ruangan Lolipop Nomor 27”.

            Apa yang sebenarnya ingin Denis tunjukkan? Lolipop? Aku mencoba menahan Denis dengan memegang tangannya. Denis tersenyum dan berkata ”Lolipop yang manis akan kehilangan tangkainya.” lalu iya menutup pintu dan meninggalkanku sendirian.

            Aku melihat sosok bayangan beberapa orang dari tirai yang menutupi tempat tidur pasien. Aku kaget ketika di dalamnya, dan disitu juga aku melihat orang tua Heru dan semakin bingung karena melihat kedua orang tua ku.

            Ketika aku melihat ke sudut tempat tidur itu, aku melihat seorang pria terbaring tak berdaya di atas tempat tidur itu. Tubuh nya kurus seperti tak makan berbulan-bulan, kulit wajahnya pucat dan matanya sayup, semua itu menunjukkan seberapa menderita dirinya.

Semakin ku perhatikan, aku semakin tidak asing dengan pria itu. Tapi siapa? Aku belum tau pasti. Aku mencoba mendekatinya dan betapa shock nya aku, ketika mengetahui siapa pria yang terbaring di tempat tidur itu.

Tangisanku meledak, air mata melahap bendungan rindu di hati, tanpa basa-basi aku langsung memeluk tubuhnya dengan erat. Aku menangis dan masih belum mengerti dengan semua ini. Heru hanya tersenyum dan melihatku, senyumannya seolah ia tak sanggup lagi menahan air mata.

”Ru, aku kangen banget sama kamu, kenapa kamu gak pernah kasih kabar ke aku? Apa kamu udah lupa sama aku?” Tanyaku dengan suara yang penuh tangisan.
”Aku juga kangen sama kamu bawel, kamu apa kabar? Tambah cantik aja sekarang. Aku gak mungkin lupa sama kamu Lin.” jawab Heru dengan suara parau.
”Terus kenapa kamu gak ngasih aku kabar? Kamu bilang kamu ke Jepang, tapi kok kamu disini?”

            Semua orang di ruangan itu keluar meninggalkan aku dan Heru berdua disini, Heru pun mulai menjelaskan semua yang terjadi padaku dan betapa terkejutnya aku ketika dia bilang, ia menderita penyakit Leukimia stadium akhir. Aku menangis di depan Heru, dia hanya menyuruhku agar tidak menangis karena itu akan membuatnya semakin sedih.

”Kamu bohong kan Ru? Kamu gak serius kan?” tanyaku memastikan perkataannya.
”Enggak Lin, aku serius, kamu ini dari dulu gak berubah yah Lin. Masih aja gak percaya sama ku”
”Gimana aku bisa percaya, jika semua ini terjadi sama kamu Ru.”
”Selama 1 tahun ini aku selalu memperhatikan perkembanganmu, aku sedih ketika mendengar dari papa dan mama mu kalo sekarang kamu menjadi pendiam Lin, dulu waktu aku pertama kali mendengar aku menderita penyakit ini, aku sama kayak kamu Lin. Aku shock banget. Maka nya aku putuskan pergi meninggalakanmu. Sebelum kau menyesal dan menderita karena penyakitku ini. Cukup aku aja yang menderita Lin, dokter bilang umurku sudah gak lama lagi Lin.”

            Aku mengerti apa maksud dan tujuan Heru berbohong, dan semua yang dia fikirkan, aku tak ingin membuat nya semakin bersedih karena melihatku menangis. Aku ingin membuat hari-hari terakhir Heru menjadi lebih indah.

Lulu, Melvi, dan Dita masuk ke dalam ruangan dimana aku dan Heru berada di dalamnya. Mereka mengejutkanku, lalu Lulu menjelaskan semua kepadaku, ternyata benar kecurigaanku padanya, dia menjelaskan ternyata orang yang tadi malam menelponku adalah Heru.

Tadi malam ia bukan Chat dengan pacarnya, tapi dengan Heru. Lolipop di depan pintu itu juga dari Heru, Heru menelponnya pagi-pagi dan menyuruhnya meletakkan setangkai lolipop di depan pintu rumah ku, dari tadi malam ternyata Heru, Denis, dan Lulu sudah menyiapkan semua ini untukku.

Dita, Melvi, dan aku terkejut mendengar semua kebenaran yang Lulu jelaskan.

”Lin, boleh aku minta lolipop itu?” ujar Heru tiba-tiba.
”I.. iya Ru.” kataku sambil mencari dan memberikan lolipop itu.
”Lin, aku pengen pergi ke taman dimana kita dulu jadian.” Pinta Heru
”Iya Ru, aku akan membawa mu kesana.” jawabku.

            Papa ku dan papa Heru memapah Heru masuk kedalam mobil, sedangkan aku membawa kursi roda untunya. Badan Heru terlihat begitu kurus dan lemah, matanya sayup dan merah, kulitnya pucat dan bibirnya berwarna merah keputihan. Terlihat pipi nya yang begitu kurus dan tangan yang seperti tulang di baluti kulit pucat.

            Aku sangat sedih melihat penderitaan yang dihadapi Heru, namun aku terpaksa tersenyum untuk menghiburnya walau hatiku ingin menjerit dan menangis melihat orang yang ku cintai tersiksa seperti itu.

            Tak lama kemudian kami sampai di taman, Heru mencoba turun dan berdiri dari mobil, namun ia tak kuat menahan berat tubuhnya, padahal sudah sekurus itu. Ia jatuh telungkup ke tanah di samping pintu mobil dan menangis sambil tersenyum. Aku terkejut ketika melihatnya terjatuh dan langsung mengangkatnya ke kursi roda.


”Berdiri saja aku tak mampu, bagaimana aku bisa menjagamu.” ujarnya tiba-tiba.
”Bodoooh !!! kau sangat bodoh, kau itu sangat lemah kau tak boleh menyiksa dirimu.” aku mengangkatnya dan menangis dengan begitu sakit melihat wajah Heru yang terus tersenyum walau dalam keadaan seperti itu.

            Lalu, aku mendorong Heru menggunakan kursi roda, ketika aku akan mendorongnya, dia memegang tangan ku dan dia menyuruh Denis yang mendorong kursinya. Seluruh keluargaku dan Heu serta sahabat-sahabatku melihat kami bertiga dan tersenyum penuh air mata.

            Heru menyuruh Denis membawanya ke pondok yang dulu aku dan Heru gunakan untuk berteduh dari hujan. Disana Denis meninggalkan kami berdua, Heru menyanyikan lagu ”Happy Birthday” aku hanya bisa menangis kemudian mengangkat tangan kanannya untuk menghapus air mata di pipiku.

”Aku tidak mau melihat air matamu Lin.” ujarnya.
”Lin, Apa kami masih menyimpan lukisanku dulu?” sambungnya.
”Masih Ru, Lukisan itu ku letakkan di dinding kamarku.” jawabku tersedu-sedu.
”Aku yakin, sekarang kamu lebih cantik dari lukisan itu. Lin, aku tau besok adalah hari istimewa buat kita, aku takut besok aku tak ada buatmu.”
”Jangan berkata seperti itu Ru.”

            Setelah lama kami mengenang masa lalu kami, disana Heru menyuruhku memanggil Denis. Aku pergi meninggalkan Heru dan mencari Denis. Saat aku sudah bertemu dengan Denis, aku menangis dalam pelukannya.”

”Aku gak kuat Den, Aku gak sanggup menghadapi semua ini. Udah lama aku nungguin Heru kembali, tapi kenapa harus jadi seperti ini?” ucapku histeris membasahi kemeja putih yang ia kenakan.
”Udah Lin, kamu sabar aja ya, semua ini sudah ada yang mengaturnya.” Jawab Denis

            Denis melepaskan pelukanku dari pelukannya dan mengajakku untuk menemui Heru. Dari kejauhan aku melihat Heru meneteskan air mata yang mengalis seperti sungai kecil di pipi kurusnya. Namun Heru langsung mengusapnya seolah ia tak ingin aku dan Denis melihat kesedihan yang terpancar di raut wajahnya.

”Den, apa kamu mau menjada Lina setelah aku pergi nanti?” pinta Heru pada Denis.
”Kamu ini ngomong apa sih Ru, aku yakin kamu akan sembuh.” jawab Denis

            Heru tersenyum dan memandangi wajah Denis, menggeleng-gelengkan kepalanya lalu ia berkata.

”Enggak Den, aku gak akan sembuh.”
”Ru, kamu adalah satu-satunya orang yang berhak dan pantas menjaga Lina.” balas Denis
”Bukan aku, tapi kamu Den, aku serahin semua sama kamu. Aku yakin kamu bisa gantiin posisi aku untuk jagain Lina.”
”Lin, Aku sayang sama kamu, aku harap kamu bisa hidup bahagia tanpa aku lagi, kamu sudah berhasil melewati tahun ini tanpa ku, aku yakin kamu bisa. Tolong berjanjilah kamu akan mencintai Denis seperti kamu mencintaiku.”

            Aku hanya bisa diam dan menangis mendengar semua itu, Heru menarik tangan ku, lalu memberikan lolipop merah jambu yang dari tadi digenggam di tangan kirinya. Ku genggam lolipop itu dan Heru menarik tangan Denis dan menaruhnya di atas tangan ku. Seakan dia ingin agar aku bersama dengan Denis.

            Pada saat itu tangan Heru yang sedang menggenggam tangan ku dan Denis tiba-tiba terjatuh di atas pangkuannya dan matanya tertutup untuk selamanya. Aku mengabaikan tangan Denis, lalu menangis histeris memeluk tubuh Heru yang sudah terbujur kaku di atas kursi roda.

                                           

     Aku tak menyangka bahwa Heru akan meninggalkanku untuk yang kedua kalinya dan kali ini ia benar-benar tak akan pernah kembali untuk selamanya. Heru.. kau akan selalu menjadi lolipop termanis bagiku.


4 komentar: