Minggu, 09 Maret 2014





            Hari itu, aku hanya duduk termenung di sebuah caffe, ditemani sebuah kenangan yang menjadi penghangat kesendirianku. Aku duduk di samping sebuah jendela, jendela yang membawa pandanganku jauh kembali ke masa lalu.


            Seperti mesin waktu, jendela itu membawa ku pada sebuah moment romantis yang menjadi kisah pahit dalam hidupku. Kau duduk disana, tepat berhadapan denganku, gelak tawamu selalu menjadi melodi yang indah di telingaku.

            Dulu kita sering menghabiskan waktu bersama di tempat ini, setiap kali kau selalu memesan menu dan memilih tempat yang sama. Sebuah meja kaca bundar dengan dua kursi kayu elegan yang saling berhadapan.

            Sempat aku bertanya mengapa dirimu selalu memilih tempat ini menjadi pilihanmu? Namun kau hanya menjawabnya dengan alasan singkat. Suka! kau memilih tempat ini karena kau suka.

            Mungkin itu jawaban yang wajar bagi siapa saja, aku pun juga akan melakukan hal yang sama jika aku menyukai sesuatu, yaitu memilih. Maka hari itu juga aku memilih dirimu dengan alasan yang sama, yaitu suka.

            Disana lah tempat pertama kali kita bertemu, aku masih ingat saat itu kau mengenakan Short-dress warna kuning dengan aksen biru di bagian lengan. Saat itu kau hanya duduk sendiri merenung menghadap keluar jendela.

            Aku tertarik melihat mu yang selalu ada disana setiap kali aku berkunjung ke caffe ini, dengan sedikit keberanian aku menghampirimu dan disanalah kita berkenalan. Aku masih ingat dengan tulus saat itu kau bilang padaku bahwa aku telah menyelamatkanmu dari hal yang selalu menghantuimu, yaitu kesepian.

            Hari itu hanya ada dua hal yang ada dalam fikiranku. Satu, aku berfikir agar waktu bisa melamban dan dua, bisa gak moment ini selamanya? Saat itu pertama kalinya aku melihat mu tersenyum, dan hal itu merbuah segalanya.

            Sebelum moment itu berakhir, kau melihat ke luar jendela dan berkata ”Sepertinya sebentar lagi mau hujan.” dan tak lama setelah kau katakan itu, hujan pun turun. Aku masih ingat diantara butiran-butiran hujan yang menghiasi jendela hari itu, aku sadar bahwa aku jatuh cinta.

Setelah hari itu, keceriaan selalu menghiasi kebersamaan kita. Sifatmu yang kekanak-kanakan nan lucu membuat suasana di sekitar kita menjadi hangat. Namun itu dulu, saat kau masih duduk di depanku.

Kini angin berhembus membawa kesepian yang dulu kau rasakan dalam hidupmu, tak lagi bisa aku merasakan hangatnya disisimu. Sepinya hari yang ku lewati tanpa ada dirimu yang menemani. Sunyi kurasa dalam hatiku, tak mampu aku melangkah meninggalkan sepercik kenangan terindah bersamamu.

            Terbawa aku dalam sedihku, tak sadar kini kau tak disini. Engkau masih yang terindah, indah dalam hatiku. Mengapa kisah kita berakhir? Jika saja akulah Sang Penulis Naskah Kehidupan, akan ku janjikan akhir bahagia untuk kita berdua.
           
            Dulu, kau selalu berbisik lirih di telingaku, menarik bajuku dan meminta ku untuk mengangkat tubuh mungilmu. Setiap kali aku menolak kau selalu menggembungkan salah satu pipimu dan memasang wajah cemberut. Aku tak pernah tahan menghadapi hal itu, kau selalu luluhkan aku dengan sikap manjamu.

            Sulit bagiku menjalani semuanya tanpamu. Dulu setiap kali putus asa menyerang diriku, kau selalu ada disisi untuk setia menjadi penyemangatku. Jika aku masih tak bisa bangkit, kau selalu setia melengkapi kelemahanku. Membantuku merubah hal yang aku anggap tak mungkin menjadi mungkin.

            Dulu, saat hatiku dibutakan oleh kecemburuan, karena melihat kedekatanmu dengan seseorang yang tak pernah ku tau. Kau hanya diam mendengar kegelisahanku, kau merundukkan kepalamu saat emosi menguasai diriku.

Air mata mu selalu mengalir saat itu. Hingga aku sadar betapa bodohnya diriku !! Apa yang aku lakukan? aku membuat mu menangis. Ingin sekali aku memukul diriku yang bodoh ini. Kegenggam kedua bahumu dan menyesali semua perbuatanku.

Kau mengangkat wajahmu, butiran air itu masih memenuhi mata indah di hadapanku. Aku tak melihat raut kekecewaan di sana, yang ku dapati hanya sebuah senyuman berhiaskan air mata.

”Maafin aku yah.” katamu lirih
”Harusnya aku yang minta maaf.”
”Enggak, kamu gak salah kok. Aku yang salah! Aku kekanak-kanakan, aku sadar betapa sayangnya kamu padaku. Sampai kamu melakukan ini semua.”

            Aku hanya terdiam, lidahku membisu sesaat. Lalu kau jinjitkan kaki-kaki kecilmu dan mengecup keningku. ”Sayang, maafin aku yah.” begitulah yang kau ucapkan. Semua ingatan itu masih tersimpan jelas di memori ku.

            Aku rindu, aku rindu kehadiranmu yang membawa kebahagiaan dalam hidupku. Kini dinginpun tak terasa, mata ku kosong, air mata juga telah meninggalkanku, kesepian mengisi hati, aku tidak merasa tersakiti lagi, aku mati rasa.

            Aku tak tau kapan kau akan memelukku lagi, masih kah kau ingat setiap kali aku menutup kedua matamu? kau selalu tersenyum curiga. Kau peluk aku dengan lembut dan dengan manja kau bilang ”Aku sayang kamu.”

            Aku tak tau kapan aku bisa menggendongmu kembali, masih kah kau ingat, kau selalu berusaha menutupi kepalaku dengan tangan lembutmu disaat mentari tepat berada di atas kita, dan disaat rinai hujan jatuh di pelupuk bumi yang kekeringan. Kau selalu lakukan itu. Selalu dan selalu.

            Aku tak tau, kapan aku akan melihat wajah cemberutmu dan mendengar omelanmu lagi. Kau memintaku mensyukuri apa yang diberikan tuhan hari ini. Jika aku lupa dan mengeluh, kedua alis mu bertemu dan kau akan menarik bajuku seraya berbisik ”Jangan sombong yah sayang,..” selalu begitu.

            Kau sungguh baik, jika saja bukan Dia pemisah di antara kita. Pasti aku akan melakukan apapun agar bisa menemuimu kembali. Tapi inilah karya-Nya, Dia lah Sang Penulis Skenario Dunia, semuanya, bahkan kita berdua hanyalah bagian kecil dari karya Cipta-Nya.

            Aku terlalu jauh hanyut dalam buayan lembut kenangan masa lalu kita berdua. Kini kita sudah tak di tempat yang sama, aku sadari itu. Segera aku beranjak meninggalkan tempat yang menjadi saksi bisu kisah kita itu.

            Ku palingkan wajahku sejenak, melihat kearah tempat dua kursi kosong di samping jendela dengan kayu bercat putih, terlihat kenangan indah disaat aku dan kamu tertawa bersama di sana, jendela itu selalu menjadi background kisah cinta kita.

            Terkadang jendela itu menunjukkan pada kita bahwa dunia itu luas dan indah, namun terkadang jendela itu di hiasi dengan butiran-butiran hujan yang membuatnya semakin menebal, dan menghalangi pandangan kita.

            Sama seperti jendela dunia yang menjadi pemisah kita saat ini, mungkin suatu hari nanti jendela itu akan mempertemukan kita kembali dalam satu dunia yang di sebut alam baka. Aku menunggu saat itu tiba.

Aku pun beranjak pergi meninggalkan caffe itu. Kaki ku pun melangkah hingga akhirnya aku tiba di sebuah pemakaman umum tempat terakhir kali kita bertemu. Aku masih ingat hari itu.

Terhenyak aku bersama kesedihanku, aku hanya mampu merundukkan kepala di hadapan gundukan tanah berhiaskan nisan putih di salah satu ujungnya. Aku terkejut, saat ku dapati sekuntum bunga dengan sebuah foto di atas makam lusuh itu.





Aku ingin meledakkan tangisanku saat itu juga, tapi aku tak bisa !! Semua kenangan indah itu secepatkilat memenuhi pikiranku. Aku meninggalkan makam lusuh itu dan segera berlari secepat mungkin kembali ke caffe kenangan kita. 

Dengan tergesah-gesah aku menerobos masuk ke dalam keramaian di dalamnya, namun tak ada satupun yang menghiraukan kehadiran ku. Tak satu pun mata tertuju padaku.

Segera aku menghampiri meja kaca di samping jendela itu, ku dapati di hadapanku seorang gadis cantik termenung menatap keluar jendela tanpa memperdulikan hiruk pikuk manusia di sekitarnya.

Ia menganakan Short-dress kuning dengan aksen biru di lengannya. Ia duduk sendiri seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya. Aku ingin menangis dan memeluk tubuh mungil nya. Namun aku hanya mampu tersenyum dan mengatakan hal yang tak mungkin ia dengarkan.

”Sayang...  Terima kasih untuk bunga dan fotonya, aku suka. Maafin aku yah, aku sudah tak bisa lagi berada disisimu.”

           


Next
This is the most recent post.
Posting Lama

0 komentar:

Posting Komentar